Jumat, 08 Feb 2008,
Cabut Larangan Jilbab di Kampus
http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=325162Parlemen Turki Setuju Amandemen lewat Voting
ISTANBUL - Perubahan signifikan segera berlangsung di perguruan tinggi di Turki. Parlemen negeri itu menyetujui amandemen konstitusional yang melarang pemakaian jilbab di kampus. Lewat debat panjang, wakil rakyat Turki setuju mencabut larangan tersebut.
Dalam pemilihan suara yang berlangsung Rabu 6 Februari lalu, 397 anggota parlemen menyetujui perubahan tersebut. Sementara yang menolak hanya 113. Pengesahan amandemen itu akan dilakukan Sabtu 9 Februari besok.
Sebelumnya, larangan berjilbab di kampus mulai berlaku setelah pihak militer sekuler menggulingkan pemerintah yang dinilai terlalu Islami pada 1997. Sulitnya, dua di antara tiga perempuan di Turki mengenakan jilbab atau kerudung.
Sejak larangan berjilbab di kampus diberlakukan, ribuan perempuan Turki enggan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Bagi sebagian perempuan Turki, larangan itu tidak adil.
Pencabutan larangan berjilbab tersebut tidak serta merta berlaku penuh. Sebagai awal, hanya jilbab yang menutup sampai bawah dagu saja yang diizinkan. Sementara kerudung yang menutup penuh seluruh badan, sebagaimana dipakai perempuan-perempuan di Timur Tengah, masih dilarang.
Dalam debat parlemen yang memanas, Bekir Bozdag, wakil ketua Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), mengatakan bahwa amandemen itu akan memperkuat prinsip dan karakteristik sekularisme di Turki. "Memberikan hak setara untuk pendidikan warga negara bukan dengan melawan hukum dan demokrasi negara," katanya.
Mendapat persetujuan di parlemen belum berarti mudah menerapkannya di masyarakat. Sampai kemarin, protes keras dari kalangan sekuler masih terus bermunculan.
Mereka menginginkan pemerintah tetap mempertahankan prinsip yang dianut pendiri Turki modern Mustafa Kemal Ataturk. Mereka khawatir, pencabutan larangan berjilbab di kampus itu menjadi langkah awal yang akan perlahan-lahan mengikis sistem sekularisme di Turki.
Protes juga datang dari anggota parlemen dari oposisi Partai Republik Rakyat (CHP) Hakki Suha Okay. Menurut dia, persetujuan amandemen itu menjadikan prinsip sekularisme tidak lagi berlaku efektif di Turki.
"Langkah ini akan memicu lingkaran Islam radikal di Turki, mempercepat pergerakan negara menjadi negara berdasar atas religi, membuat permintaan akan lebih jauh, melawan spirit dari republik," katanya. CHP, menurut Okay, berancang-ancang untuk membawa persetujuan amandemen itu ke Mahkamah Konstitusi.
Sementara kalangan akademisi cenderung mendukung pencabutan larangan berjilbab di kampus tersebut. Menurut mereka, amandemen itu membawa dampak besar terhadap demokrasi. "Konstitusi yang baru ini akan membawa perubahan besar dan akan membawa indikator mayoritas pada pembangunan demokratisasi," ujar Profesor Ilter Turan dari Bilgi University di Istanbul.
Profesor Fakultas Hukum Zuhtu Arslan mengatakan bahwa perubahan secara filosofis memang dibutuhkan. "Kami prediksi perubahan ini akan membawa konstitusi lebih liberal," tambahnya.
Menurut dia, konstitusi yang dibuat pada 1961 itu disusun dengan semangat pemberontakan. Karena itu, lebih banyak melibatkan dan memenuhi keinginan kalangan militer. "Untuk kali pertama, komunitas sipil diperhitungkan dalam proses pembentukan konstitusi daripada hanya menerapkan apa yang dibentuk militer," jelasnya.
Profesor yang turut dilibatkan dalam perubahan konstitusi itu mengatakan bahwa dalam klausanya, mahasiswa memiliki hak untuk memakai apa yang mereka kehendaki, termasuk jilbab. "Ini bukan mencederai prinsip sekularisme, tapi lebih mengenai prinsip kebebasan beragama," tambahnya. (BBC/erm/ruk)